Sabtu, 06 September 2025

Usai Geledah Rumah Topan Ginting, KPK Geledah Rumah Akhirun Piliang di Padangsidimpuan

Administrator - Jumat, 04 Juli 2025 13:54 WIB
Usai Geledah Rumah Topan Ginting, KPK Geledah Rumah Akhirun Piliang di Padangsidimpuan
Istimewa
KPK menggeledah rumah Akhirun Piliang di Jalan Mawar, Ujung Padang, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padang Sidempuan, Jumat (5/7/2025).

POSMETRO MEDAN,Medan -- Setelah menggeledah rumah dan kantor Topan Obaja Ginting di Medan, Hari ini, Jumat (4/7/2025), Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Akhirun Piliang di Jalan Mawar, Ujung Padang, Kecamatan Padangsidimpuan Selatan, Kota Padang Sidempuan.

Akhirun Piliang merupakan Dirut PT Dalihan Natolu Grup (PT DNG) turut terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) dalam kasus penyuapan penyelenggara negara, (27/6/2025) lalu.

Anak Akhirun Piliang yakni Rayhan Dulasmi Piliang selaku Direktur PT RN juga turun diamankan beberapa waktu lalu.

Keduanya ditetapkan KPK sebagai tersangka bersama tiga penyelenggara negara, yakni Kadis PUPR Sumut Topan Ginting, Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Gunung Tua Dinas PUPR Sumut merangkap PPK Rasuli Efendi Siregar, dan PPK Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut Heliyanto.

Saat penggeledahan rumah Kirun, Tim KPK RI dikawal personel dari Polres Padangsidimpuan.

Tim KPK menyisir masuk ke dalam rumah Akhirun untuk mencari sejumlah alat bukti usai terjaring operasi senyap berkaitan dengan pengaturan persekongkolan sejumlah pekerjaan kontruksi jalan di kawasan Tapanuli Bagian Selatan.

Sebelumnya, Tim KPK juga sudah bergerak menggeledah sejumlah tempat di Kota Medan.

Diantaranya, Kantor PJN Wilayah I Sumut, Kantor Dinas PUPR Sumut, Basecamp yang merupakan rumah dinas Kadis PUPR Sumut, dan rumah mewah milik Topan Obaja Putra Ginting di Royal Sumatera.

Lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait pembangunan jalan di Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara.

Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur menyampaikan hal tersebut saat konferensi pers yang diselenggarakan kemarin, Sabtu (28/6/2025) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan.

Pemantauan adanya tindak pidana korupsi dalam proses pembangunan jalan tersebut. Setelah dipantau, tim KPK ringkus 6 orang, lima diantaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami akan menyampaiakan dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan jalan di Dinas Provinsi Sumatera Utara dan di Satuan Kerja Pembangunan Jalan Nasional Wilayah I Sumatera Utara," ujar Asep Guntur, Sabtu (28/6/2025).

Kelima tersangka tersebut adalah: Topan Obaja Ginting (TOP) sebagai Kadis PUPR Sumut, Rasuli Efendi Siregar (RES) sebagai Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Provsu, Heliyanto (HEL) sebagai PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, Akhirun Piliang sebagai Dirut PT DNG, dan Rayhan Dulasmi (RAY) sebagai Direktur PT RN.

Satu orang lagi belum ditetapkan sebagai tersangka karena belum memenuhi unsur bukti penetapan sebagai tersangka.

"Sejak beberapa bulan yang lalu, informasi masyarakat kepadanya soal adanya dugaan tindak pidana korupsi kemudian juga adanya infrastruktur di wilayah tersebut yang kualitasnya memang kurang bagus. Sehingga diduga, ada tindak pidana korupsi pada saat pembangunannya," terangnya.

"Berbekal dari informasi tersebut, maka KPK menurunkan timnya memantau pergerakan dan kemudian juga di pertengahan tahun ini ada beberapa proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara.

Sekitar awal minggu ini, diperoleh informasi ada pertemuan dan juga diduga ada penyerahan sejumlah uang," sambungnya.

Proses pemantauan KPK telah berlangsung lama. Kelima tersangka ditahan selama 20 hari sejak kemarin hingga tanggal 17 Juli 2025.

Pihak ASN dan swasta terkait pada dua klaster; proyek pembanguan jalan di Dinas PUPR Provinsi Sumut dan proyek di PJN Wilayah I Sumut.

"Kami sudah mendapatkan informasi bahwa ada penarikan uang sebesar Rp 2 miliar dari pihak swasta yang kemungkinan uang sebesar Rp 2 miliar ini akan dibagi-bagikan. Dan pihak swasta ini berharap mendapatkan proyek terkait dengan pembangunan jalan," lanjutnya.

Kemudian, tim melakukan pemantauan dan bergerak ke sana pada malam Kamis (26/6/2025).

"Kami memantau adanya pertemuan antara pihak swasta yakni KIR dan R dan TOP di salaah satu tempat. Kami memantaunya. Selain itu, kami juga berkoordinasi dengan stakeholder lainnya termasuk PPATK untuk memantau pergerakan uang dengan mengikut follow the money," terangnya.

"Kita mencari data juga bahwa ada kegiatan beberapa proyek pembangunan jalan, ada di dua tempat yakni proyek pembangunan jalan di Dinas PUPR Provsu yaitu reservasi jalan di Simpang Kotapinang Gunung Tua, Simpang PAL11.

Ini dengan nilai Rp 56,5 miliar pada tahun 2023. Kemudian reservasi jalan di Simpang Kotapinanang Gunung Tua, Simpang PAL 11 dengan nilai Rp 17,5 miliarpada tahun 2024," lanjutnya.

"Kemudian, ada beberapa rehabilitasi dan reservasi jalan di Gunung Tua, Simpang PAL 11 dan penanganan longsoran pada tahun 2025. Kemudian, ada juga proyek pembangunan jalan di satker PJN Wilayah I Sumut yakni pembangunan jalan Sipiongot - batas Labusel dengan nilai Rp 96 miliar.

Kemudian, pembangunan jalan Hutaimbaru - Sipiongot dengan nilai Rp 61,8 miliar. Sehingga totalnya Rp 231, 8 miliar," katanya.

Dalam penanganan kasus tersebut, pihak KPK memiliki dua alternatif.

"Dengan ada proyek sebesar Rp 231,8 miliar, kami memutuskan sudah ada pergerakan uang. Ini masih pada tahap awal. Ada pihak swasta bersama perusahaannya memenangkan proyek-proyek tersebut.

Ini dihadapkan pada dua pilihan. Pertama, kami menunggu sampai dengan proses lelang ini berjalan kemudian pembangunan jalan ini berjalan oleh pihak-pihak yang memang disetting menang. Kita akan menunggu sejumlah uang yang besarannya 10 hingga 20 persen dari nilai totalnya yang akan digunakan menyuap. Apakah kami harus menungu sampai uang itu cair lalu diserahkan kepada para pihak lalu kami tangkap ," tuturnya.

"Pilihan kedua, kami mencegah supaya pihak-pihak ini tidak mendapatkan proyek tersebut. Kenapa? Karena kalau dibiarkan pihak-pihak ini mendapatkan proyek, hasil pekerjaannya tidak maksimal. Karena sebagian uang tersebut paling tidak sekitarRp 46 miliar akan digunakan untuk menyuap agar memperoleh pekerjaan tersebut," lanjutnya.

Akhirnya, KPK memilih alternatif kedua.

"Tentunya, pilihan kedua inilah yang diambil. Walaupun jumlah uang yang mengalir kepada masin-masing pihak itu tidak sebesar kalau kita mengambil opsi pertama.

(wan/bbs)

Editor
: Indrawan
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru