Selasa, 01 Juli 2025

Kombes Pol Gidion Arif Setyawan Raih Gelar Doktor, Pendidikan Karakter Garda Terdepan Menyelamatkan Anak Bangsa

Faliruddin Lubis - Kamis, 29 Mei 2025 10:55 WIB
Kombes Pol Gidion Arif Setyawan Raih Gelar Doktor, Pendidikan Karakter Garda Terdepan Menyelamatkan Anak Bangsa
Kapolrestabes Medan Kombes Pol Gidion Arif Setyawan Raih Gelar Doktor, Disertasinya Pendidikan Karakter, Garda Terdepan Menyelamatkan anak Bangsa. (Ist/Kif)

POSMETRO MEDAN, Malang- Kapolrestabes Medan, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, S.I.K., S.H., M.Hum meraih gelar Doktor Ilmu Administrasi setelah menjalani ujian terbuka Program Doktor Ilmu Administrasi di FIA-Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Rabu (28/5/2025).





Hasil penetapan nilai yang dilakukan para penguji yang dibacakan oleh pimpinan ujian Dr. Imam Hanafi., MM., M.Si. bahwa Kombes Pol Gidion dinyatakan lulus dan berhak menyandang gelar Doktor Bidang Ilmu Administrasi.





Kombes Pol Dr Gidion Arif Setyawan, S.I.K., S.H., M.Hum mengangkat disertasi berjudul, “Collaborative Governance Dalam Perlindungan Anak Berhadapan Hukum (ABH)” dengan studi kasus di Daerah Khusus Jakarta (DKJ).

Baca Juga:




Kapolrestabes Medan, Kombes Pol. Dr. Gidion Arif Setyawan dalam ujian akhir disertasinya dalam program ilmu administrasi-Universitas Brawijaya (UB) mengatakan, pendidikan karakter merupakan garda terdepan menyelamatkan anak bangsa.





“Pendidikan karakter, garda terdepan menyelamatkan anak bangsa,” kata Dr. Gidion dalam paparannya di hadapan promotor dan dosen penguji di Kampus UB, Malang, Jawa Timur, Rabu (28/5/2025).

Baca Juga:




Sesuai dengan hasil penelitian disertasinya yang berjudul “Collaborative Governance dalam Perlindungan anak Berhadapan Hukum (ABH)” dengan studi kasus di Daerah Khusus Jakarta, menyiratkan perlunya peran serta semua pihak dalam menyelesaikan persoalan sosial anak di Indonesia.





“Bergerak dari visi dan misi sama untuk menyelamatkan anak Indonesia, maka perlunya kolaborasi yang kuat,” tukas Dr. Gidion.





Dalam paparannya, Dr. Gidion juga memberikan apresiasi atas inisiasi beberapa kepala daerah yang mengirimkan anak-anak (ABH) dalam pendidikan karakter.





“Kami beri apresiasi kepada kepala daerah yang menginisiasi program pendidikan karakter tersebut, sehingga dari situ akan tumbuh nasionalisme dalm diri ABH,” tegasnya.





Collaborative Governance Cara Baru Solusi Perlindungan ABH





Dalam penelitian disertasi Kombes Pol. Dr, Gidion Arif Setyawan mengatakan, jika Collaborative Governance merupaka sebuah cara baru solusi Anak Berhadapan dengan Hukum(ABH).





Di dalam Collaborative Governance ada terkandung Assesment meliputi pemetaan stakeholder visi dan misi, Design and Organization meliputi hubungan koordinasi antar lembaga, Deliberation and Decision Making mengandung operating principles, dan implementasi dan adaptation mengandung forge a solution (dalam istilah Greenwood).





“Muaranya pada konstruksi dan adaptasi implementasi Collaborative Governance dalam perlindungan ABH,” kata dia.





Ia menuturkan, Collabora Governance dalam perlindungan ABH akan berjalan dengan baik manakala empat tahapan yaitu, assesment, design and organization, deliberation dan decision making, dan implementation and adaption dilakukan dengan baik, konsisten dan berkesinambungan.





“Tentu sebagai roh yang menguatkan kolaborasi adalah kepatuhan terhadap prinsip-prinsip kolaborasi oleh para stake holder dan penguatan proses dalam agreement seeking, collective action and Collaborative System,” bebernya.





Dr. Gidion berharap dari disertasi yang ditulisnya ini dapat terimplementasikan dalam rangka memberikan perlindungan ABH.





“Semoga dapat mendorong bagi pemerintah untuk memperkuat program rehabilitasi dan reintegrasi, LSM dan organisasi publik meningkatkan kapasitas kolaboratif, pengembangan pendidikan dan pelatihan di LPKA, pelibatan masyarakat secara aktif dalam pemulihan ABH, sistem pemantauan berbasis data dan evaluasi berkelanjutan,” jelasnya.





Dalam pertanggungjawaban ilmiahnya, Kombes Dr Gidion Arif Setyawan, S.I.K., S.H., M.Hum menjelaskan, bahwa indeks perlindungan anak di Indonesia mengalami penurunan khususnya anak berhadapan dengan hukum (ABH).





Hal itu menjadi sinyal kuat perlunya kolaborasi dan koordinasi antar lembaga-lembaga perlindungan anak seperti, Polri, PPPA, KPAI, BAPAS, Kejaksaan, Komnas perlindungan Anak, dan lain-lain.





“Kondisi yang memperihatinkan terhadap ruang anak di Indonesia yang kemudian mendapat predikat 10 besar negara kekerasan terhadap anak, dikuatkan dengan data KPAI tentang indeks perlindungan anak yang mengalami penurunan. Hal ini membuat kami membuat penelitian dari konteks collaborative governance,” kata Kombes Pol Dr Gidion dalam paparan sidangnya di hadapan promotor dan dosen penguji, Rabu (28/5/2025).





Ia menuturkan, pendekatan tradisional saat ini sudah tidak cukup. Oleh karena itu perlunya collaborative governance yang memiliki prinsip menyatukan pemerintah, swasta, unsur masyarakat sipil, dan internasional dan model greenwood(2021). Dari situlah lahir governance theory dan policing theory.





“Maka hasilnya kolaborasi lebih berdampak dan lebih terlembagakan,” ucapnya.





Ia mengungkapkan, collaborative Governance dalam perlindungan anak berhadapan hukum (ABH) akan berjalan dengan baik apabila setiap stakeholder yang berkepentingan melakukan assesment, design dan organization.





“Apabila dilakukan seharusnya dapat mengidentifikasikan adanya public purpose disertai kepatuhan dan berkelanjutan atas dokumen kerjasama, komunikasi dan tata kelola informasi yang baik,” kata Dr. Gidion.





Ia mencontohkan collaborative governance saat menemukan sebuah kasus anak yang cukup memperihatinkan di wilayah hukum Polrestabes Medan dan Deli Serdang.





“Jadi saya menemukan sebuah kasus, ada anak perempuan di bawah unur yang mengalami pelecehan oleh orang tak dikenal. Namun yang menjadi kendala pada saat itu adalah anak tersebut tidak memilik data administrasi diri dan kependudukan. Bergerak dari sinilah kami berkolaborasi dengan pemerintah daerah untuk dibuatkan akta lahir dan diberikan nomor kependudukan. Dengan begitu hak-hak anak tersebut dapat terpenuhi baik secara hukum maupun kebutuhan yang diberikan oleh pemerintah,” jelasnya.





Mantan Kapolres Metro Bekasi dan Kapolres Metro Jakarta Utara itu mengutarakan jika hal-hal yang menyangkut soal collaborative governance perlu kerjasama yang solid dan berkesinambungan dari semua pihak.





“Berangkat dari hal kecil untuk mencapai impian atau cita-cita yang besar,” tukasnya.





Terkait kenakalan remaja yang berhadapan dengan hukum (ABH), Dr. Gidion memberikan apresiasi atas inisiasi beberapa kepala daerah yang mengirimkan anak-anak (ABH) dalam pendidikan karakter.





“Lulusan Akpol 1996 juga sempat merasakan pendidikan selama 3 tahun. Jadi saya merasakan adanya disiplin, kepatuhan, dan rasa kebangsaan di dalamnya. Kami beri apresiasi kepada kepala daerah yang menginisiasi program tersebut, sehingga pendidikan karakter untuk motivasi hidup dan dapat menumbuhkan nasionalisme dalam diri ABH tersebut,” ucapnya.





Ujian tersebut yang dipimpin oleh Dr. Imam Hanafi MS.,M.Si dihadiri promotor Prof. Drs. Andy Fefta Wijaya (Rektor dan Dekan), MDA, Ph.D, Dr. Hermawan, S.IP., M.Si, Dr. Yurizal, S.H.,M.H dan tim dosen penguji Prof. Dr. Soesilo Zainal, MS, Dr. Mochammad Rozikin, M.AP, Prof. Dr. Bambang Santoso Haryono, MS, Dr. Endah Setyowati, S.Sos. M.Si, Prof. Dr. P. Israwan Setyoko, MS (eksternal reviewer dan Komjen Pol. Prof. Dr. Dedi Prasetyo, M.Hum., M.Si., M.M (eksternal reviewer) mengikuti secara daring.(CS). (Cs/red/kif)


Editor
: Faliruddin Lubis
Tags
beritaTerkait
Begini Kronologis Pengemudi Mobil Diamuk Massa Usai Diteriaki Maling
Pegawai Dinas Ketapang Sumut Mengeluh: Sudahlah Gaji Kecil Telat Pula, BKD Lempar Tanggung Jawab ke OPD
Keluarga Satgas IPK Sumut Ucapkan Selamat HUT Bhayangkara ke-79
Bupati Langkat Dukung Bhayangkara Sport Day: Wujud Sinergi Polri dan Masyarakat
Klasemen MotoGP 2025 Usai Marc Marquez Juara di Belanda
Tim Gabungan Binjai Gelar Razia di Diskotik BL, Temukan 4 Butir Ekstasi
komentar
beritaTerbaru