Selasa, 01 Juli 2025

Kajari Binjai Jufri Kini Bergelar Doktor Ilmu Hukum

Administrator - Selasa, 10 Juni 2025 15:20 WIB
Kajari Binjai Jufri Kini Bergelar Doktor Ilmu Hukum
Istimewa.
Dr. Jufri, SH. MH. Pria yang berasal dari Mandailing Natal, Sumatera Utara ini menyelesaikan perkuliahan Program Doktoral Ilmu Hukum dari Universitas Sumatera Utara, Medan, Selasa, 10 Juni 2025.

POSMETRO MEDAN,Medan - Insan Adhyaksa Kejaksaan Republik Indonesia terus meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya lewat pendidikan dan pelatihan yang difasilitasi lembaga donor, bahkan juga secara pribadi di sejumlah lembaga pendidikan, salah satunya di perguruan tinggi.

Salah satu insan Adhyaksa itu adalah Dr. Jufri, SH. MH. Pria yang berasal dari Mandailing Natal, Sumatera Utara ini mampu menyelesaikan perkuliahan Program Doktoral Ilmu Hukum dari Universitas Sumatera Utara, Medan, Selasa, 10 Juni 2025.

Lewat Disertasi yang berjudu "Penjatuhan Pidana Pembayaran Uang Pengganti Terhadap Korporasi Yang Bukan Sebagai Terdakwa Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi" para guru besar pada Fakultas Hukum USU dan penguji pada sidang terbuka hari ini, menetapkan Jufri lulus atas program Doktoral dan layak menyandang Gelar Doktor di depan namanya.

Di ruangan DPF Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Jufri, yang juga Kepala Kejaksaan Negeri Binjai ini dihadirkan sebagai promovendus untuk diuji dan didengarkan disertasinya, termasuk penelitiannya atas disertasi yang disusunnya.

Ada pun tim pengujinya, Prof. Dr. Elwi Danil, SH. MH, Dr. Edi Yunara, SH. M. Hum, Dr. Detania Sukarja, SH. LL.M, Dr. Mahmul Siregar, SH. M.Hum dan Prof. Dr. Ningrum Natasya Sirait, SH, M.Li.

Pengambilan judul disertasi tersebut tentu bukan tanpa alasan. Buah pemikiran ini berangkat dari kegundahan promovendus sebagai aparat penegak hukum, yang melihat masih masifnya tindak pidana korupsi. Bahkan pelaku tidak saja perseorangan, namun juga melibatkan korporasi.

Harus bisa dibedakan antara perbuatan oknum pengurus dan/atau perbuatan korporasi. Hasil kejahatan bukan saja dinikmati oleh pengurus tetapi juga dinikmati oleh korporasinya. Jika korporasi turut diperkaya oleh pengurus (pelaku) maka korporasi itu harus dijatuhi pidana uang pengganti untuk memulihkan kerugian negara. Namun jika korporasi tidak ikut menikmatinya maka korporasi tersebut tidak bisa dikenakan pidana tambahan tersebut.

Diharapkan agar para hakim pengadilan sebaiknya mengacu pada konsep penjatuhan pidana korupsi-korporasi di masa akan datang dengan konsep vicarious liability, sehingga meskipun korporasi bukan sebagai terdakwa melainkan pengurusnya, korporasi tidak dijatuhkan pidana pokok (denda) melainkan kepada pengurusnya.

Tapi korporasi berdasarkan pembuktian (minimal dua alat bukti ditambah keyakinan hakim) ternyata terbukti turut terlibat digunakan sebagai instrumenta delicti, dan/atau menikmati hasil korupsi dan/atau diperkaya oleh pengurusnya dari hasil korupsi, maka korporasi tersebut harus dijatuhi sanksi (hukuman) berupa pidana uang pengganti, jadi harus meliputi sanksi pidana (straf) dan sanksi tindakan (maatregel).

Konsep vicarious liability ini perlu ditegaskan pedoman pemidanaannya bagi hakim-hakim pengadilan dalam rangka memberikan rasa keadilan bagi korban korupsi (masyarakat dan negara) di masa yang akan datang daripada hakim hanya

Editor
: Indrawan
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru