
245 Peserta ikuti MTQ ke 2 Tingkat Desa Marindal II Tahun 2025
POSMETRO MEDAN, PatumbakDiperkirakan sebanyak 245 Qori dan Qoriah mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke 2 Tingkat Desa Marindal II,
Sumut 2 menit laluPOSMETRO MEDAN–Pematang Siantar, Sidamanik, Pematang Siantar, pernah menjadi pusat kejayaan agraria. Dulu, deru lokomotif mengangkut batang-batang tebu menuju pabrik, sawah berderet hijau, dan buruh bekerja di bawah bendera kolonialisme.
Tebu kala itu bukan sekadar tanaman, tetapi komoditas emas yang menempatkan Nusantara dalam peta perdagangan gula dunia.
Kini, di lereng dingin kebun teh Sidamanik, gema sejarah itu kembali bergaung—bukan dari mesin tebu, melainkan dari suara protes warga. Rencana konversi kebun teh menjadi perkebunan sawit memicu pertarungan baru: antara memori kolektif, identitas agraria, dan hasrat keuntungan jangka pendek.
Baca Juga:
Dari Gula ke Teh, Kini Sawit
Sejarah panjang agraria di Sumatera Utara mencatat perputaran komoditas: dari tebu yang diatur UU Gula 1870 dan mencapai puncak kejayaan 1930-an, runtuh akibat depresi ekonomi dan perang dunia, hingga nasionalisasi pabrik gula pada 1957 dan program TRI 1975. Sidamanik kemudian dikenal sebagai kawasan teh, warisan kolonial yang masih bertahan.
Baca Juga:
Namun, sejak 2022, wacana konversi kebun teh ke sawit mencuat. Kunjungan DPRD Sumut ke lokasi hingga pernyataan penolakan pada 2025 memperlihatkan bahwa isu ini bukan sekadar persoalan teknis pertanian, melainkan arena politik komoditas.
Bahasa Politik: Isi Lahan Kosong
Seorang anggota DPRD Sumut yang enggan disebutkan namanya menyebut wacana ini bukan konversi, melainkan "penanaman di lahan kosong". "Bukan konversi kebun teh, tapi istilahnya isi lahan kosong dengan sawit," ujarnya.
Bahasa politik yang manis itu, menurut sejumlah pengamat, hanyalah pergantian istilah. Hakikatnya tetap sama: sawit menggantikan teh, ibarat orang yang berganti baju tanpa mengubah siapa dirinya.
Tekanan Ekonomi Global
Latar belakangnya jelas: krisis ekonomi global, kebutuhan investasi besar, serta harga pasar sawit yang lebih menggiurkan dibanding teh. Logika komoditas ini mirip dengan masa gula kolonial, ketika UU liberal dan konsesi tanah 75 tahun memuluskan jalan bagi para planters Belanda menguasai ribuan hektare lahan.
Kini, investor sawit mencoba mengulang pola serupa lewat rezim HGU. Bedanya, jika dulu gula menjadi primadona, kini sawit dipromosikan sebagai penyelamat ekonomi.
Suara Rakyat vs Kekuasaan
Di Sidamanik, warga mulai mengorganisir diri lewat forum advokasi sipil. Mereka menolak konversi, menuntut transparansi HGU, dan mendesak agar perluasan sawit dibatasi hanya pada lahan eksisting. Satu dari delapan anggota DPRD Sumut dapil 10 secara terbuka mendukung penolakan ini.
"Ini bukan hanya kebijakan teknis. Ini soal menjaga memori kolektif dan identitas masyarakat, sekaligus mencegah kerusakan lingkungan," tegasnya dalam kunjungan kerja beberapa waktu lalu.
Risiko Sosial dan Ekologi
Kebun teh bukan hanya sumber penghidupan, tetapi juga bagian dari ekosistem dan identitas budaya Sidamanik. Protes warga bahkan mengaitkan banjir bandang yang melanda beberapa desa dengan perubahan fungsi lahan di kawasan hulu.
Teh di lereng tinggi berfungsi sebagai resapan air alami. Jika digantikan sawit, risiko longsor, banjir, dan kekeringan makin besar. "Sejarah gula di Jawa sudah mengajarkan: kejayaan manis komoditas bisa runtuh seketika ketika ekonomi goyah dan ekologi rusak," ujar seorang aktivis agraria.
Pertaruhan Politik Komoditas
Sidamanik kini berdiri di persimpangan sejarah. Apakah kebun teh akan tetap menjadi saksi warisan kolonial yang dipertahankan, atau berubah menjadi hamparan sawit demi keuntungan jangka pendek?
Seperti era planters Belanda yang memanfaatkan UU Agraria 1870 untuk meraup untung dari gula, kini investor modern mencoba mengulang dengan sawit. Hanya wajah dan komoditasnya yang berubah, pola politik tanah tetap sama.
Keputusan ada di tangan negara, DPRD, dan Kementerian BUMN. Apakah mereka akan berpihak pada rakyat dan lingkungan, atau tunduk pada logika pasar global?(Erni Tanjung)
POSMETRO MEDAN, PatumbakDiperkirakan sebanyak 245 Qori dan Qoriah mengikuti Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) ke 2 Tingkat Desa Marindal II,
Sumut 2 menit laluPOSMETRO MEDAN, MedanSebanyak 28 orang kontingen Deli Serdang akan mengikuti Asean Olympiad Championship And Suistanable Tourism Workshop 2
Sumut 16 menit laluWali Kota Medan, Rico Waas, turun langsung menyapa warga di Jalan Seser, Lingkungan 13 dan 14, Kelurahan Sidorejo Hilir, Medan Tembung.
Medan 48 menit laluPOSMETRO MEDAN, Medan Pagi yang cerah Rico Waas melangkahkan kakinya, turun dari mobil dan berjalan menyapa warga yang berada di Jalan Sese
Medan 51 menit laluPOSMETRO MEDAN, Medan Wali Kota Medan, Rico Waas, turun langsung menyapa warga di Jalan Seser, Lingkungan 13 dan 14, Kelurahan Sidorejo Hil
Berita satu jam laluPOSMETRO MEDAN, Medan Suasana Taman Cadika Medan, Sabtu (27/9/2025), semakin meriah saat SMA Taman Siswa unjuk kebolehan dalam ajang Lomb
Medan satu jam laluPOSMETRO MEDAN, Medan Jenuh bersembunyi selama 10 hari, akhirnya Ganda Nainggolan (DPO)warga Ndokum Siroga, Kecamatan Simpang Empat, Kabup
Kriminal 2 jam laluWali Kota Medan, Rico Waas resmi membuka Lomba Kreasi dan Formasi (Kreafor) Pemuda Tahun 2025.
Medan 5 jam laluDugaan Bocornya Pajak di Medan Wajah Buram Pengelolaan PAD
Medan 5 jam laluPolisi menangkap satu pelaku pengeroyokan pria yang dituduh menyantet anak warga hingga sakit. Pelaku berinisial AWS (25).
Kriminal 5 jam lalu