Minggu, 07 September 2025

Media Rusia: Miliarder Yahudi George Soros Diduga Dalangi Demo Ricuh di Indonesia

Administrator - Senin, 01 September 2025 13:07 WIB
Media Rusia: Miliarder Yahudi George Soros Diduga Dalangi Demo Ricuh di Indonesia
Istimewa
Aksi demonstrasi yang terjadi di Jakarta, belum lama ini.

POSMETRO MEDAN, Jakarta -- Media Rusia, Sputnik, menerbitkan laporan terkait dugaan miliarder Yahudi George Soros berada di balik demo ricuh dalam beberapa hari terakhir di Indonesia. Laporan ini mengutip para analis geopolitik yang berfokus pada hubungan internasional.

Demo ricuh di berbagai daerah telah menjadi sorotan media-media internasional. Salah satu laporan media asing menyoroti kematian tiga orang saat massa membakar kantor DPRD Makassar yang menewaskan tiga orang.

Bentrokan antara pasukan polisi antihuru-hara dan pengunjuk rasa telah pecah di beberapa kota di Indonesia sejak Jumat pekan lalu, termasuk di Medan, Solo, Yogyakarta, Magelang, Malang, Bengkulu, Pekanbaru, dan Manokwari di wilayah paling timur Papua.

Protes kemarahan selama berhari-hari ini dimulai di Jakarta pada Senin pekan lalu, dipicu oleh laporan bahwa 580 politisi DPR akan menerima tunjangan perumahan bulanan sebesar Rp50 juta di samping gaji mereka.

Tunjangan tersebut, yang diperkenalkan tahun lalu, hampir 10 kali lipat dari upah minimum Jakarta. Para kritikus berpendapat bahwa tunjangan baru ini tidak hanya berlebihan tetapi juga tidak sensitif di saat kebanyakan orang bergulat dengan melonjaknya biaya hidup dan pajak serta meningkatnya pengangguran. Protes semakin meluas dan semakin keras setelah kematian pengemudi ojek online berusia 21 tahun, Affan Kurniawan. Affan Kurniawan meninggal setelah digilas mobil taktis Brigade Mobil (Brimob) Polri.

Presiden Prabowo Subianto dan beberapa pejabat tinggi telah mendatangi keluarga korban untuk berbelasungkawa.

Kedutaan besar asing, termasuk Amerika Serikat, Australia, dan negara-negara Asia Tenggara, telah mengimbau warga negara mereka di Indonesia untuk menghindari area demonstrasi atau pertemuan publik yang besar.

Menurut Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, sekitar 950 orang ditangkap dalam demonstrasi di Jakarta saja. Demo ricuh ini telah memaksa Presiden Prabowo Subianto membatalkan kunjungannya ke China dan melewatkan KTT SCO.

Angelo Giuliano, analis geopolitik yang berfokus pada hubungan internasional, dalam wawancaranya dengan Sputnik mencurigai muncul simbol bendera bajak laut "One Piece" sebagai pengaruh eksternal dalam memulai protes nasional.

Meski demikian, dia tidak memungkiri demo ricuh tersebut mencerminkan keluhan ekonomi yang nyata. Dalam anime Jepang "One Piece", bajak laut mengibarkan bendera hitam bergambar tengkorak dan topi jerami dalam perjuangan mereka melawan "tirani".

Juli lalu, simbol yang sama mulai bermunculan di berbagai daerah di Indonesia. Menurut Giuliano, pertama, bisa jadi itu adalah National Endowment for Democracy (NED), yang menurutnya telah mendanai media-media Indonesia sejak tahun 1990-an.

Kedua, Open Society Foundations milik miliarder Yahudi berkewarganegaraan Hongaria-Amerika Serikat; George Soros, yang aktif sejak tahun 1990-an dengan lebih dari USD8 miliar di seluruh dunia dan mendukung kelompok-kelompok seperti TIFA, mungkin juga berkontribusi.

Giuliano mengatakan dugaan keterlibatan mereka menimbulkan pertanyaan tentang agenda tersembunyi yang perlu ditelusuri.

"Selain itu, ini terkait dengan fokus Indo-Pasifik baru-baru ini di tengah ketegangan seperti konflik Kamboja-Thailand, yang mengisyaratkan motif geopolitik," ujarnya.

Revolusi Warna Sedang Terjadi?

"Ini persis seperti yang terjadi di Serbia. G7 menginginkan diktator lain yang didukung Amerika Serikat, seperti Soeharto di masa lalu," imbuh Jeff J Brown, penulis The China Trilogy dan pendiri Seek Truth From Facts Foundation, seperti dikutip Sputnik, Senin (1/9/2025).

Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto tidak sesuai dengan agenda mereka karena dia sedang meningkatkan hubungan dengan China, Rusia, SCO, dan BRICS.

"Negara ini adalah negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan BRICS dan telah secara terbuka bekerja sama dengan China dalam Belt and Road Initiative global China," paparnya.

Selain itu, Indonesia merupakan negara dengan ekonomi terbesar kedelapan di dunia dalam hal paritas daya beli (PPP), ekonomi terbesar di ASEAN, dan negara terpadat keempat, dengan hampir 300 juta penduduk.

"Dari sudut pandang imperialisme Barat, semua ini menjadi sasaran empuk bagi Indonesia, target yang sangat layak untuk diserang dengan revolusi warna yang direkayasa Barat," kata Brown.

(wan/sindo/bbs)

Editor
: Indrawan
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru