POSMETRO MEDAN, Medan – Semangat reformasi birokrasi dan transparansi publik yang selama ini digaungkan Universitas Sumatera Utara (USU) tampaknya hanya sebatas slogan.
Di balik citra akademis yang seharusnya menjadi simbol integritas, muncul sejumlah pertanyaan besar tentang dominasi kekuasaan yang semakin mencolok di lingkungan kampus.
Salah satu sorotan utama datang dari pembangunan rumah dinas Rektor USU yang berdiri megah di atas tiga kavling lahan kampus. Bangunan yang disebut-sebut menyerupai hunian elit ini memunculkan kritik tajam: apakah rumah tersebut memang kebutuhan jabatan, atau justru simbol kekuasaan yang berlebihan?
Baca Juga:
Berdasarkan Keputusan Rektor Nomor 2600/UN5.1.R/SK/PSS/2024, hunian tersebut memang ditetapkan sebagai rumah dinas resmi. Namun, skala dan kemewahan bangunan itu menimbulkan dugaan pemborosan anggaran. Terlebih, USU sebelumnya sudah memiliki rumah dinas rektor yang dinilai masih layak huni.
"Kalau bukan karena kelebihan dana, berarti memang ada kekuasaan yang tak tersentuh," ujar seorang dosen muda USU yang meminta namanya dirahasiakan. Ia menambahkan bahwa pembangunan rumah dinas itu mencerminkan kepemimpinan yang tak peka terhadap kondisi riil kampus: fasilitas belajar mahasiswa minim, kesenjangan kesejahteraan dosen dan staf masih tinggi, serta ketimpangan antar unit kerja yang mencolok.
Baca Juga:
Lebih jauh, sejumlah sumber internal menyebut adanya "lingkaran dalam" di tubuh birokrasi kampus—sekelompok kecil orang yang diduga punya pengaruh besar atas kebijakan strategis, mulai dari rotasi jabatan, distribusi proyek, hingga keputusan penting menjelang akhir masa jabatan rektor. Mereka bahkan disebut-sebut lebih dominan ketimbang Senat Universitas atau Badan Pengawas.
Menanggapi isu tersebut, Rektor USU memilih bungkam. Saat dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp, pesan hanya dibaca tanpa respons. Sikap diam ini justru memperkuat kesan bahwa ada hal-hal yang disembunyikan dari publik.
Ketua BEM USU, Muzamil, juga angkat bicara. Saat dihubungi Posmetro Medan, ia menyampaikan bahwa mahasiswa menyesalkan sikap rektorat yang tertutup.
"Kami tidak menuduh, kami hanya meminta penjelasan. Ini kampus publik, bukan kerajaan. Jangan biarkan opini liar terus berkembang," ujarnya melalui pesan WhatsApp.
Tags
beritaTerkait
komentar