Sabtu, 27 September 2025

Gula, Cermin Bangsa: Dari Kejayaan Tebu ke Runtuhnya Industri Manis Nusantara

Administrator - Jumat, 19 September 2025 01:31 WIB
Gula, Cermin Bangsa: Dari Kejayaan Tebu ke Runtuhnya Industri Manis Nusantara
IST
Dok lahan tebu

POSMETRO MEDAN,Awal abad ke-20, deru lokomotif pengangkut tebu memecah kesunyian pedesaan Jawa. Buruh-buruh berpeluh mendorong gerobak penuh batang tebu menuju pabrik, sementara asap putih mengepul dari cerobong raksasa.

Hindia Belanda kala itu berada di puncak kejayaan manisnya: salah satu eksportir gula terbesar dunia. Namun, sejarah mencatat, kejayaan itu tidak abadi.

Pada 1930, lebih dari 179 pabrik gula beroperasi di Jawa dengan produksi menembus 3 juta ton per tahun. Sebagian besar diekspor ke pasar internasional, menjadikan Nusantara pilar utama industri gula global.

Baca Juga:

Tetapi hanya dalam hitungan dekade, kejayaan itu runtuh—tersapu depresi ekonomi 1929, perang dunia, dan perubahan kebijakan pascakemerdekaan.

Aktor di Balik Sejarah Gula

Baca Juga:

1. Pemerintah Kolonial Belanda – melalui Agrarische Wet (1870) dan Suiker Wet, membuka jalan bagi investor swasta untuk menguasai lahan.

2. Planters asing – pengusaha perkebunan yang mengendalikan modal, teknologi, hingga jaringan ekspor.

3. Buruh tani Jawa – tulang punggung industri, bekerja dalam sistem padat karya dengan upah minim.

4. Pemerintah RI pasca-1957 – menasionalisasi seluruh pabrik, tetapi kehilangan tenaga ahli setelah planters asing hengkang.

Catatan kronologisnya jelas:

1870: UU Agraria dan UU Gula mengawali liberalisasi perkebunan.

1930: Produksi mencapai puncak, ekspor 1,5–2 juta ton/tahun.

1929–1935: Depresi global mengguncang pasar.

1957: Nasionalisasi pabrik gula, keahlian asing hilang.

1966: Indonesia berhenti menjadi eksportir.

1975: Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) gagal memulihkan kejayaan.

tebu.jpg">

Jatuhnya Industri Manis

Pulau Jawa menjadi episentrum industri gula karena lahan subur, irigasi luas, dan tenaga kerja melimpah. Rel kereta api bahkan dibangun khusus untuk mengangkut tebu.

Namun, depresi global menghantam pasar, perang menghancurkan infrastruktur, dan nasionalisasi tanpa transfer teknologi membuat industri ini kehilangan daya saing.

Kebijakan TRI pada 1975 justru memperburuk mutu tebu dan menekan produktivitas. Konsumsi nasional melonjak, sementara produksi tak pernah kembali ke era emas. Dari eksportir raksasa, Indonesia berubah menjadi importir sejak 1966.

Pada 2014, produksi nasional hanya 2,59 juta ton, sementara kebutuhan mencapai 5,7 juta ton. Defisit ini membuka ruang bagi kartel gula, mafia distribusi, hingga permainan politik komoditas.

Cermin Politik Agraria

Industri gula bukan sekadar catatan ekonomi, melainkan refleksi politik agraria Indonesia. Dari tangan kolonial hingga republik, pola penguasaan lahan tak banyak berubah: rakyat tetap buruh, sementara elite—baik planters asing dulu maupun penguasa lokal sekarang—menikmati keuntungan.

Yang berubah hanya wajah aktor. Tuan kebun asing berganti menjadi birokrat, politisi, dan pengusaha nasional. Polanya sama: komoditas dijadikan alat kendali kekuasaan.

Dari Gula ke Sawit: Pola yang Berulang?

Kejayaan gula hanyalah satu bab dari drama panjang perkebunan Indonesia. Setelah runtuhnya "manisnya Jawa", giliran komoditas lain mengambil panggung—tembakau Deli, karet, hingga sawit.

Pertanyaan yang menggantung: apakah sawit hari ini hanya mengulang pola kejayaan sesaat yang rawan runtuh, atau benar-benar mampu menjadi tulang punggung ekonomi bangsa? (Erni Tanjung)

Editor
: Administrator
Tags
beritaTerkait
Kapolsek Tanah Jawa Pimpin Program ” Minggu Kasih ” di Huta Bah Biding
Jejak Gula dan Teh, Pertaruhan Tanah dan Politik Komoditas di Sidamanik
Kapolri Pimpin Upacara Hari Juang Polri, Simbol Dedikasi Polri Untuk Bangsa
Jawa Pos Nilai Klaim Nany Widjaja soal PT DNP Tidak Berdasar dan Menyesatkan
Tebus Ijazah Siswa Tertahan, Rico Waas: Kami Cari 400 Anak di Medan
Hak Jawab Kuasa Hukum Jawa Pos Terkait Berita ”Pengacara Dahlan Tantang Jawa Pos Tunjukkan Bukti Pembelian PT DNP ke Dahlan Iskan”
komentar
beritaTerbaru