POSMETRO MEDAN, Simalungun-Aroma khas teh dari perbukitan Sidamanik, Kabupaten Simalungun, kini perlahan tergeser oleh bau tanah yang baru dibuka. Di balik kesejukan udara perbukitan yang dulu identik dengan kesejahteraan dan ketenangan, terselip kegelisahan warga. Kebun teh yang selama puluhan tahun menjadi simbol ekonomi dan identitas daerah, kini mulai berubah wajah.
Sebuah perusahaan perkebunan pelat merah yang selama ini dikenal sebagai penjaga warisan teh Sidamanik, disebut mulai mengembangkan tanaman lain yang lebih komersial. Di sejumlah titik, warga mulai melihat aktivitas pembersihan lahan dan penanaman bibit baru. Namun, istilah "konversi kebun teh" yang dulu kerap digunakan, kini tak lagi muncul dalam dokumen resmi.
Sebagai gantinya, lahir frasa baru yang terdengar lebih lembut dan diplomatis: "pemanfaatan lahan kosong."
Baca Juga:
Seorang anggota DPRDSumatera Utara yang ditemui di Medan mengungkapkan bahwa istilah itu bukan sekadar pergantian kata, melainkan strategi komunikasi politik.
"Bukan mengganti kebun teh, tapi memanfaatkan lahan yang idle (menganggur, tidak aktif, atau tidak digunakan)," ujarnya.
Baca Juga:
Namun bagi para pemerhati lingkungan di Sidamanik, istilah itu terdengar seperti kosmetik kebijakan.
"Kalimatnya manis, tapi maksudnya tetap sama," kata Erni, dari Aliansi Pemerhati Peduli Teh Simalungun.
"Seolah ganti baju, tapi orangnya tetap sama," katanya.
Dari hasil pengamatan lapangan, sebagian besar area yang disebut sebagai "lahan kosong" ternyata bersebelahan dengan blok tanaman teh produktif.
"Kalau diteruskan, ekosistem air bisa rusak. Tanah di sini tidak cocok untuk tanaman monokultur besar," ujar seorang dosen lingkungan dari salah satu universitas di Simalungun.
Tags
beritaTerkait
komentar