POSMETRO MEDAN,Medan— Di tengah hiruk-pikuk politik yang kian riuh oleh ambisi kekuasaan, Partai Golkar Sumatera Utara memilih langkah berbeda.
Partai berlambang Pohon Beringin itu menepi sejenak, meneguhkan kembali makna pengabdian yang menjadi akar ideologinya: berbuat, bukan sekadar berbicara.
Menjelang perayaan ulang tahun ke-61, Golkar Sumut tidak larut dalam pesta seremonial yang gemerlap. Sebaliknya, mereka menapaki jalan yang lebih sunyi namun bermakna, jalan pelayanan sosial yang menghidupkan kembali semangat dasar partai untuk selalu hadir bagi rakyat.
Baca Juga:
Ketua DPD Partai Golkar Sumatera Utara, H. Musa Rajekshah atau Ijeck, melalui Sekretaris DPD, Datuk H. Ilhamsyah, menegaskan arah tersebut dengan kalimat sederhana namun tajam.
"Partai ini lahir untuk rakyat, dan harus selalu hadir untuk rakyat, bukan hanya ketika pemilu," ujar Ilhamsyah dalam arahannya di Medan, Kamis sore (9/10/2025).
Baca Juga:
Pesan itu diwujudkan dalam serangkaian kegiatan sosial yang dipimpin Ketua Panitia HUT, H. Palaceta S. Subianto, bersama Sekretaris Panitia, Frans Dante Ginting. Keduanya merupakan anggota DPRD Sumut yang turun langsung menata teknis kegiatan di lapangan.
Agenda yang telah disiapkan meliputi pembagian 1.500 paket sembako, pengobatan gratis, donor darah, serta ziarah ke makam pahlawan.
Puncak peringatan akan digelar pada 20 Oktober 2025, dengan kegiatan utama berupa penyerahan bantuan sembako kepada masyarakat pesisir di Pantai Labu, Deli Serdang, dua hari sebelumnya.
Namun di balik daftar kegiatan sosial itu, tersimpan pesan politik yang lebih dalam. Di bawah komando Ijeck, Golkar Sumut berupaya menata ulang wajah partai tua ini, dari sekadar mesin elektoral menjadi ruang moral yang hidup.
Bahwa politik sejati bukan tentang perebutan kursi, melainkan tentang mengembalikan makna kekuasaan sebagai amanah.
Sejarah panjang Golkar di panggung nasional menjadikan partai ini seperti Pohon Beringin yang kuat, kadang diterpa badai, kadang tumbuh dalam teduh.
Dari masa kejayaan Orde Baru hingga era demokrasi terbuka, Golkar terus belajar bahwa kekuasaan tanpa kedekatan sosial hanyalah menara gading.
Kini, di tubuh Fraksi Golkar DPRD Sumut, semangat itu kembali disemai. Para wakil rakyat dari beringin mencoba menulis ulang makna pengabdian, mendatangi konstituen tanpa kamera, mendengar tanpa syarat, dan memperjuangkan tanpa pamrih.
"Fraksi Golkar ingin membuktikan bahwa politik bukan hanya arena debat di ruang sidang," ujar salah satu kader muda di DPRD Sumut. Kami ingin menjadikan partai ini sebagai laboratorium sosial tempat ide, empati, dan tindakan nyata bersatu," katanya.
Ulang tahun kali ini bukan sekadar penanda usia, melainkan cermin: apakah Golkar masih setia pada semboyannya, "Suara Golkar adalah Suara Rakyat", ataukah Pohon Beringin itu mulai meranggas karena lupa menyiram akarnya sendiri?
Pertanyaan itu bergema di setiap langkah kader muda yang kini menghidupkan denyut partai. Mereka sadar, keberlanjutan politik tidak ditentukan oleh slogan, melainkan oleh kehadiran yang konsisten di tengah masyarakat.
Bagi mereka, politik yang sehat adalah politik yang hadir, hadir di sawah dan pasar, di jalan dan di jantung rakyat.
Nafas Panjang Sebuah Pengabdian
Ketika banyak partai sibuk berburu pengaruh, Golkar Sumut justru memilih menanam keyakinan: bahwa keberlanjutan tidak lahir dari kekuasaan yang besar, melainkan dari ketulusan kecil yang dilakukan terus-menerus.
Jika ingin bertahan seratus tahun lagi, maka beringin itu harus terus menumbuhkan akar-akar baru, generasi yang tak lelah melayani.
Dan di bawah rindangnya, masyarakat akan selalu menemukan tempat berteduh. Sebab pengabdian sejati tak membutuhkan sorak-sorai, hanya kesetiaan pada niat. (erni)
Tags
beritaTerkait
komentar