Sabtu, 06 September 2025

Review Film 'Panggil Aku Ayah' Cerita Hangat Menyentuh Jiwa, Tayang 7 Agustus 2025

Administrator - Kamis, 07 Agustus 2025 16:02 WIB
Review Film 'Panggil Aku Ayah' Cerita Hangat Menyentuh Jiwa, Tayang 7 Agustus 2025
Istimewa
Cuplikan layar di FIlm Panggil Aku Ayah.

Dalam satu momen di tempat karoeke, mustahil mata penonton tak pilu melihat anak kecil dipekerjakan di sana. Terlebih, keputusan anak bekerja di sana bukan merupakan keinginan si anak atau bahkan orang tuanya, tetapi karena situasi yang begitu busuk yang membawa anak ke tempat seperti itu.

Film yang mengambil latar waktu di era awal 2000-an ini juga berhasil membangun suasana zaman itu dengan detail yang menarik. Tak sekadar estetika, elemen di zaman itu jadi kunci memajukan plot cerita.

Hal itu bisa dilihat di elemen telepon rumah dan pager yang pada zaman itu memang masih jadi alat komunikasi utama yang sangat penting. Kehadiran telepon di film ini sukses dimanfaatkan secara kreatif untuk mendorong alur cerita dan menciptakan momen dramatik yang khas pada zaman itu.

Tak hanya itu, salah satu detail lain yang mencuri perhatian dalam Panggil Aku Ayah ialah simbolisasi boneka dan celengan yang dibawa oleh Intan. Boneka merupakan hadiah dari sang ibu, sedangkan celengan ayam adalah pemberian dari dua penagih utang.

Di dalam film, boneka menjadi satu-satunya peninggalan Intan dari ibu yang masih dimilikinya. Boneka ini hadir menjadi simbol cinta, perlindungan, dan kehangatan yang masih membekas dalam ingatan sang anak.

Dalam banyak adegan, tampak Intan terus menggenggamnya, bahkan ketika berpindah-pindah tempat tinggal dan menjalani kehidupan yang tak pasti. Namun, di tengah adegan, muncul benda baru yang dimiliki si anak, yakni celengan ayam, pemberian dari Dedi dan Tatang.

Mereka memberi celengan ayam tersebut sebagai hadiah. Tampak sederhana, tapi pemberian itu menyimpan makna besar di dalam film. Celengan adalah lambang masa depan, tempat menyimpan harapan, bukan kenangan. Jika boneka menandai masa lalu, celengan ayam mewakili harapakan akan masa depan.

Perpindahan fokus anak dari hanya memegang boneka menjadi mulai mengisi celengan ayam menandai transformasi penting di film ini. Dalam film ini, sutradara Benni bisa dibilang berhasil memandu narasi cerita dan permainan metafora dengan tempo tenang.

Dia tak segan memberikan ruang bagi penonton untuk menyelami transformasi karakter dengan baik. Lewat dialog sederhana dan adegan-adegan hening yang penuh makna, film ini menunjukkan bagaimana pertemuan manusia bisa saling menyelamatkan. Anak kecil yang tak bersalah itu perlahan menjadi guru tentang cinta, empati, dan tanggung jawab.

Di luar itu, satu kekuatan lain film ini terletak pada performa aktingnya. Pemeran utama di film ini, yakni Dedi (Ringgo Agus) dan Tatang (Boris Bokir) mampu membawa naratif film ini leih hidup dan alami.

Editor
: Indrawan
Tags
beritaTerkait
komentar
beritaTerbaru