Selasa, 30 September 2025

Jejak Pekebun dan Perkebunan Sumatera Timur

Administrator - Selasa, 30 September 2025 07:20 WIB
Jejak Pekebun dan Perkebunan Sumatera Timur
IST
Dok

POSMETRO MEDAN,Medan- Seiring meredupnya daun cerutu Deli di pasar Eropa, pandangan para pekebun (planters) mulai beralih ke getah karet. Permintaan ban mobil di Amerika Serikat pada dekade 1910-an memicu lonjakan kebutuhan karet yang tak terelakkan.

Para pengusaha perkebunan merespons cepat sebagian lahan tembakau diubah menjadi kebun karet.

Deli Maatschappij memulai perintisan pada 1902 dengan 5.000 pohon karet di Langkat, berkembang menjadi 21.000 pohon beberapa tahun kemudian. Perusahaan Swiss, Sumatra Rubber Plantation Ltd, bahkan sudah menanam 10.000 pohon sejak 1899.

Baca Juga:

Luas Kebun Membesar Pesat

Tanaman karet berkembang pesat, dari 29 ribu hektare pada 1910 menjadi 150 ribu hektare pada 1920, lalu 273 ribu hektare pada 1930. Pasar utama tetap Amerika Serikat, menyerap hampir seluruh produksi ekspor.

Baca Juga:

Masyarakat lokal juga mencoba menanam karet di lahan mereka, namun "karet rakyat" tertahan oleh kebijakan penguasa dan perusahaan, khawatir mendorong pencurian hasil.

Produk mereka dijual lewat rantai pedagang panjang, sehingga harga yang diterima petani relatif rendah dibandingkan perkebunan besar yang langsung mengekspor ke luar negeri.

Sawit, Minyak Hijau yang Mengalir

Kelapa sawit menjadi komoditas ketiga yang menjanjikan. Awal abad ke-20, perkebunan pertama muncul di Tanah Ulu, Batubara, dan Pulau Raja oleh investor Belanda dan Inggris.

Perluasan cepat, dari 2.600 hektare pada 1916 menjadi lebih dari 11 ribu hektare pada 1922. Nama-nama seperti Marihat, Pulau Raja, Sungai Liput, dan Medang Ara tercatat sebagai pusat produksi.

Pabrik CPO pertama di dunia berdiri di Tanah Itam Ulu pada 1913 dan mulai beroperasi tiga tahun kemudian.

Sawit unggul karena produktivitas tinggi, biaya produksi rendah, dan permintaan untuk produk hilir minyak goreng, margarin, deterjen semakin meningkat.

Teh, Warisan Hijau Sumatea Timur

Teh muncul sebagai upaya diversifikasi. Percobaan pertama dilakukan 1898 di Rimbun, Deli Hulu, namun sempat dianggap tidak prospektif. Berkat ketekunan A. Ris, pengusaha Swiss, teh terbukti cocok di Sumatra Timur.

Sejak 1910, modal Jerman dan Inggris mulai mengalir untuk membangun perkebunan teh di sekitar Pematang Siantar. Perusahaan besar seperti HVA dan NHM menandai era baru investasi teh sejak 1918. Tanah Deli menunjukkan kapasitasnya menopang industri teh kelas dunia, selain tembakau, karet, dan sawit.

Jejak Planters yang Terlupakan

Ladang, pohon, dan pabrik yang dulu berjaya kini menjadi warisan sejarah. Dari daun cerutu, getah karet, minyak sawit, hingga teh, Sumatera Timur menyimpan jejak kapital yang mengubah lanskap sosial dan ekonomi.

Namun perubahan tata ruang, okupasi lahan, dan pergeseran pasar global membuat beberapa komoditas meredup. Temanggung hijau, getah hitam, dan tangkai sawit tetap hidup di arsip dan foto kolonial, menunggu cerita berikutnya untuk dibuka kembali.(Erni Tanjung)

Editor
: Administrator
Tags
beritaTerkait
Jejak Gula dan Teh, Pertaruhan Tanah dan Politik Komoditas di Sidamanik
Jejak Tanam Paksa dan Lahirnya Perkebunan Industri di Indonesia
Dari VOC hingga Tanam Paksa, Jalan Panjang Komoditas Nusantara
Dari Layar Angin ke Perkebunan Modern
Sejarah dan Kearifan Kebun Teh Bah Butong Sidamanik, Akar dan Nilai yang Menghidupi Perkebunan
Sidamanik: Jejak Teh, Peradaban dan Ancaman Konversi Lahan
komentar
beritaTerbaru